Hak Waris Anak Angkat (Adopsi) Terhadap Harta Warisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Perdata (BW)

- - -
Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri tersebut terbentur pada takdir Ilahi, dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai.Pada umumnya manusia tidak akan puas dengan apa yang dialaminya, sehingga berbagai usaha untuk memenuhi kepuasan tersebut. Dalam hal kepemilikan anak, usaha yang pernah mereka lakukan adalah mengangkat anak (adopsi).

Adapun yang menjadi permasalahannya adalah apakah hak anak angkat (adopsi) mempunyai hak waris terhadap orang tua angkat atau orang tua biologisnya menurut hukum Islam dan hukum perdata? Jika berhak mewaris, berapakah bagian yang diterima oleh anak angkat (adopsi) itu. Serta apakah persamaan dan perbedaan tentang persyaratan pengangkatan anak menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata?.
Berdasarkan permasalahan tersebut diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang kewarisan adopsi baik itu ditinjau dari segi hukum islam dan hukum perdata (BW). Secara praktik, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pedoman bagi masyarakat, khususnya para orang tua angkat dan para anak angkat yang beragama islam mengenai hak dan kedudukan serta kewajiban mereka masing-masing terutama menyangkut harta peninggalan (warisan).

Penelitian ini bersifat diskriptif karena berusaha menggambarkan atau menerangkan tentang hubungan dan penerapan kewarisan anak adopsi. Metode yang digunakan berupa studi dokumentasi, karena sumber datanya diperoleh dari dokumen yang berupa buku-buku dan hasil temuan ilmiah (seminar, diskusi, dll) yang berkaitan dengan masalah ini. Dalam analisa data, metode yang digunakan adalah metode komparatif karena membandingkan satu faktor dengan faktor lain yaitu tentang hak waris anak angkat terhadap harta warisan menurut kompilasi hukum islam dan hukum perdata.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengangkatan anak yang dibenarkan dalam islam adalah yang tidak memutuskan hubungan kekeluargaan dengan orang tua biologisnya dan tidak terbatas pada pemeliharaan, penyediaan biaya pendidikan dan lain-lain yang sifatnya menyangkut kesejahteraan dan perbaikan nasib anak. 
Namun menurut hukum perdata segala hubungan kekeluargaannya terputus secara penuh dan tidak berhak lagi untuk mewaris kepada orang tua biologisnya. 

Bagi anak angkat meskipun dia bukan ahli waris orang tua angkatnya, tetapi didalam pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam telah ditetapkan lembaga wasiat wajibah dalam artian bahwa sekalipun orang tua angkatnya tidak memberikan bagian kepada anak angkatnya, tetap dianggap ada wasiat wajibah kepada anak angkatnya, dan pelaksanaannya adalah dengan memberikan bagian kepada anak angkat sebanyak-banyaknya sepertiga bagian dari harta peninggalan (warisan) orang tua angkat, dan terhadap orang tua kandung ia tetap sebagai ahli waris. Sedangkan menurut Hukum Perdata anak angkat dapat mewarisi harta warisan orang tua angkatnya secara mutlak, dan terhadap warisan orang tua kandung ia tidak mewarisi lagi..

nara sumberRosita, Ana. 2004 Skripsi, Jurusan Ahwal Al Syakhsiyyah Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang. Dosen Pembimbing: Khoirul Asyfiyak, S.Ag

ada pun sumber lain yang saya kutip yang isinya sama yaitu:

   Kedudukan Anak Angkat sebagai Ahli Waris.
Pengaturan tentang siapa yang mempunyai kedudukan sebagai ahli waris, telah ditentukan berdasarkan kaitan keturunan atau adanya hubungan darah/ ab-instentato dan bedasarTestaminteir Erfrecht. Anak angkat tidaklah mempunyai suatu keterikatan kekeluargaan secara garis lurus atau adanya hubungan darah dengan Adoptan. Sehingga, dengan kedudukan semacam ini, yang dimungkinkan oleh hukum ialah ia bisa menjadi bagian dari ahli waris apabila ia diangkat atau ditunjuk berdasar testamentdari erflater. Namun, seiring eksistensi peraturan yang baru yaitu SEMA No. 6/1983 Jis UU No. 23/1992 Jo. PP No. 54/2007 yang dikaitkan dengan pengertian BW mengenai kedudukan anak diluar kawin, maka anak angkat merupakan suatu anak luar kawin yang diakui oleh hukum. Konsekuensi logis dari pengaturan tersebut ialah anak tersebut mempunyai kedudukan sebagai ahli waris sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 852 BW.
Hal ini menyiratkan bahwa Anak Angkat mempunyai kedudukan sebagai Legitimie Portie atas segala bentuk Harta Waris dan sebagai Ahli Waris yang mutlak. Karena pada hakekatnya, perlindungan anak dalam bidang hukum perdata meliputi banyak aspek hukum, diantaranya[10] :
1)      Kedudukan anak
2)      Pengakuan anak
3)      Pengangkatan anak (adopsi)
4)      Pendewasaan
5)      Kuasa asuh (hak dan kewajiban) orang tua terhadap anak
6)      Pencabutan dan pemulihan kuasa asuh orang tua
7)      Perwalian (termasuk harta peninggalan)
8)      Tindakan untuk mengatur yang dapat diambil guna perlindungan anak
9)      Biaya hidup anak yang ditanggung orang tua akibat perceraian (alimentasi).
Pada dasarnya, pewarisan adalah suatu perbuatan hukum yang timbul karena peristiwa hukum, yang dalam kaidah hukum bersifat mengatur. Oleh karenanya, prinsip Legitimie Portie harus didahulukan hak mewarisinya, dengan demikian ketentuan Pasal 852 BW merupakan bentuk hak untuk mewarisi harta waris seorang anak angkat yang telah diakui secara sah demi hukum, sekalipun ia tidak didasarkan pada suatu testament tertulis dari erflater.
nara sumber :  Risko El Windo Al Jufri, Universitas Diponegoro, Semarang.

semoga bermanfaat  buat dan bahan pengetahuan buat anda.....
 

BatuR UranG™ Copyright © 2011 | Powered by Blogger Templates